SEJARAH WALI SAMA' DAN PADEPOKAN KAYU LANGIT (ASAL USUL DUKUH BUBUTAN) DONOREJO LIMPUNG BATANG
A. SEJARAH WALI SAMA'
Pada abat 16 ketika Mataram dipimpin raja Sultan Agung, Belanda / Kompeni mulai menjajah dan berkuasa di Jakarta / Batavia. Sultan Agung berupaya untuk mengusir penjajah itu dari Tanah Jawa dan Nusantara ini, maka dibentuklah rencana persiapan penyerangan dan penyusunan strategi perang. Tumenggung Sura Agul Agul, Tumenggung Alap Alap dan Tumenggung Bahu Rekso merupakan tiga senopati agung untuk memimpin penyerangan itu.
Adapun kemenakan Sultan Agung yaitu Ibrahim Sam’an diberi tugas sebagai sesepuh dari Senopati wilayah Pantai Utara yang meliputi dari Brebes sampai Kendal. Ibrahim Sam’an adalah putra sulung dari Syeh Jangkung / Syaridin dengan Raden Ajeng Tulak / Ratu Mas Sekar Putri dari Raja Susuhunan Anyakrawati Mataram. Ratu Mas Sekar itu adik dari Sultan Agung.
Adapun Syeh Jangkung sampai menjadi menantu Raja Mataram sebab atas jasanya mampu meredam pemberontakan dari para goib yang akan menghancurkan Mataram dan mampu meredam pemberontakan Kadipaten Pati pada Mataram.
Perkawinan Syeh Jangkung dengan Ratu Mas Sekar mempunyai 4 orang anak, Syeh Ibrahim Sam’an itu anak sulung / mbarep.
B. KEDATANGANNYA DI LIMPUNG
Dari Mataram Syeh Ibrahim Sam’an berangkat bersama dengan beberapa Senopati, seperti Syeh Tholabuddin yang bertugas mengumpulkan bahan pangan bertempat di Warung Asem, Syeh Kiai Ageng Singo Negoro di Pegandon Kendal dan Kyai Ageng Gringsing di Gringsing. Adapun Syeh Ibrahim Sam’an menempati daerah yang sangat rawan yaitu sekitar Alas Roban.
Dipilihnya tempat yang sangat strategis yaitu Limpung sebab Markas Golongan Hitam yang membantu Belanda bermarkas di daerah Tersono. Syeh Ibrahim Sam’an dinobatkan menjadi Sesepuh Senopati Wilayah Utara sebab mempunyai kemampuan yang tinggi, seperti bab Agama Islam, strategi perang, ekonomi, ilmu kanuragan serta ahli dalam mengatasi berbagai ilmu hitam. Disamping itu Syeh Ibrahim Sam’an dari garis ayah adalah keturunan Wali dan dari garis ibu adalah keturunan raja. Syeh Ibrahim Sam’an dari Mataram menuju Limpung didampingi Anak Istri dan beberapa Santri yang sekaligus Prajurit Mataram.
Sampai di wilayah Limpung dicarilah tempat yang strategis dan cocok untuk mendirikan Padepokan sekaligus sebagai markas laskar Mataram. Dengan perhitungan yang matang dan petunjuk Illahi dibabatlah hutan yang kemudian diberi nama Padukuhan Kayu Langit, sebab di tempat yang dibabat itu ada pohon yang sangat tinggi menjulang ke langit. Kayu Langit itu sekaligus dijadikan nama Padepokan yang didirikan oleh Syeh Ibrahim Sam’an dan para santrinya.
C. KEGIATAN PADEPOKAN KAYU LANGIT
Dengan berdirinya Pedukuhan yang sekaligus Padepokan, maka Kayu Langit mulai dibanjiri masyarakat sekitar Limpung untuk belajar Agama Islam, pertanian, peternakan, kerajinan dan juga belajar kanuragan / persilatan. Bahkan banyak warga yang mulai menetap di sekitar Padepokan, hingga Pedukuhan Kayu Langit mulai ramai.
Syeh Ibrahim Sam’an mulai mengajarkan Ilmu Putih yang lurus yang diridhoi Allah SWT sebagai upaya untuk menanggulangi Ajaran sesat / Ilmu Hitam yang sudah banyak diikuti masyarakat sekitar Alas Roban. Yang mana waktu itu pusat Padepokan Ilmu Hitam berada di Tersono, yang dipimpin oleh Ki Kala Gedeng dan Nyi Gendini. Dipadepokan ilmu hitam ini para muridnya diajari Ilmu Sihir, Tenung, Santet dan lain–lain. Serta mengajarkan kepercayaan yang menyembah pada Iblis artinya tidak percaya pada Allah (Musrik dan syirik).
Dengan Karomah Kewaliannya, maka Santri Padepokan semakin banyak. Ada yang menetap di padepokan dan ada pula yang pulang. Disamping mengajar di padepokan, Mbah Wali Samak juga dakwah keliling di wilayah Pantai Utara dengan tujuan mengembalikan keimanan kepada Allah dari masyarakat yang telah terpengaruh oleh ajaran sesat Ki Kala Gedeng dan Nyi Gendini. Begitu pula bagi para Santri padepokan yang sudah mampu dan mumpuni diberi tugas dakwah keliling oleh Syeh Ibrahim Sam’an.
Dengan itulah Padepokan Kayu Langit semakin banyak santrinya dan semakin terkenal, yang otomatis menambah jumlah Laskar Mataram. Khusus dalam menghadapi ilmu hitam, para santri diberi Ilmu Penangkalnya oleh Syeh Ibrahim Sam’an. Maka Padepokan Kayu Langit disamping mengajarkan Ilmu Lahir juga Ilmu Batin. Untuk itulah para santri selain ngaji kitab Al Qur’an dan Hadits juga diajari do’a – do’a, asma’ – asma’ dan berbagai khizib. Agar tidak lupa Syeh Ibrahim Sam’an menulis di sampul atau samak buku para santri. Kebetulan lidah Jawa kalau melafatkan Bahasa Arab susah maka yang asalnya Sam’an menjadi Samak. Sejak itulah Syeh Ibrahim Sam’an terkenal dengan sebutan MBAH SAMAK.
Disamping sebagai Ulama’ Agung, Mbah Samak adalah sesepuh dari para Senopati di wilayah Pantai Utara, maka di Padepokan itu sering diadakan musyawarah para Senopati untuk membahas persiapan penyerangan ke Batavia dan menghadapi tokoh – tokoh hitam yang sudah dibeli oleh penjajah untuk menghancurkan Mataram. Supaya memudahkan hubungan antar senopati, Mbah Samak menggunakan seekor burung dara putih sebagai pengantar surat. Burung dara itu diberi nama Kilat Putih.
D. PERLAWANAN TERHADAP PENJAJAH DAN GOLONGAN HITAM.
Padepokan Golongan Hitam marah besar ketika tahu bahwa Padepokan Kayu Langit makin kuat dan berkembang pesat. Masyarakat banyak yang ikut dan hidup pada jalan yang lurus yang menyebabkan pengikut golongan hitam semakin sedikit, terlebih lagi setelah diketahui padepokan Kayu Langit merupakan Markas Laskar Mataram, maka Ki Kala Gedeng geram dan merencanakan penyerangan.
Setelah Ki Kala Gedeng mendapat ijin dan bantuan Kompeni Belanda, maka diseranglah Padepokan Kayu Langit. Untungnya Mbah Samak sudah tahu rencana itu, maka sebelum terjadi penyerangan sudah dimusyawarahkan dengan para Senopati Wilayah Utara. Akhirnya terjadilah perang antara golongan Putih / Mataram dan Hitam / Kompeni Belanda. Padepokan Kayu Langit diserang habis – habisan. Karena Mbah Samak ahli Strategi Perang, maka musuh-musuh dibikin hancur dan dikalahkan. Ki Kala Gedeng dan Nyi Gendini melarikan diri, namun bisa dikejar Mbah Samak dan terbunuh di dalam Alas Roban.
Setelah itu juga padepokan / markas golongan hitam di Tersono dihancurkan. Dengan hancurnya Padepokan Golongan Hitam maka hancur pula ilmu hitam di Wilayah Alas Roban. Namun masih ada satu dua yang bisa meloloskan diri dan pindah ke lain tempat.
E. PINDAH TEMPAT DAN WAFAT.
Karena pertimbangan tempat sudah ketahuan musuh dan kotor dengan darah pertempuran maka, Padepokan Kayu Langit dibedol / dibubut ke tempat yang baru. Di tempat yang baru itu terjadi rebutan tempat, yaitu mereka berkeinginan bertempat tinggal dekat dengan tempat Mbah Samak. Karena diantara mereka ada yang merasa paling benar dan merasa paling berjasa dalam perjuangan, itulah yang menyebabkan terjadinya cekcok / mbat – mbatan. Dengan kebijakan Mbah Samak akhirnya pertengkaran rakyat mereda dan menyadari kesalahannya. Sejak dari itulah maka rakyat menyebut Padukuhan itu dengan Bubutan / Mbat – mbatan.
Setelah Padepokan jadi, Mbah Samak tetap berdakwah dan melatih Santri untuk persiapan perang menyerbu Belanda di Batavia. Selang beberapa tahun, Mbah Samak pulang ke hadapan Illahi / wafat dalam usia setengah baya. Selagi masih hidup Mbah Samak berpesan kepada anak dan istrinya jikalau nanti dia meninggal dunia supaya dimakamkan di sekitar padepokan dan istrinya dimohon untuk pulang ke Kraton Mataram.
Mendengar Mbah Samak meninggal maka Sultan Agung langsung datang ke Bubutan yang sekaligus memboyong Ratu Mas Sekar dan Anaknya ke Mataram. Padepokan diserahkan pada Lurah Tamtama untuk tetap dijadikan Markas Mataram. Sepeninggal Syeh Ibrahim Sam’an masyarakat menyebutnya dengan sebutan Mbah Wali Samak.
Demikian riwayat singkat Mbah Wali Samak mulai awal kedatangannya sampai wafatnya. Semoga dengan ini kita bisa mencontoh tingkah lakunya dan ingat dengan jasa – jasanya dalam berdakwah Agama Islam, membela Bangsa dan Negara. Dengan berkah karomah Mbah Wali Samak semoga kita semua diberikan kekuatan Iman Islam lahir batin yang selamat Dunia Akhirat. Amin.
Komentar
Posting Komentar